Jelaskan hubungan antara proyek mercusuar dan kondisi ekonomi indonesia pada masa demokrasi terpimpin
Sejarah
ganeshagegersp5lxo3
Pertanyaan
Jelaskan hubungan antara proyek mercusuar dan kondisi ekonomi indonesia pada masa demokrasi terpimpin
1 Jawaban
-
1. Jawaban alvinreza011
Politik Mercusuar adalah politik yang dijalankan oleh Presiden Soekarno pada masa demokrasi terpimpin yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi New Emerging Forces (kekuatan baru yang sedang tumbuh) di dunia. Proyek-proyek besar dan spektakuler pun diselenggarakan dengan harapan agar Jakarta mendapat perhatian dari luar negeri dengan tujuan membangun hubungan persahabatan dengan negara-negara lain. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah, di antaranya pembangunan jalan-jalan, hotel-hotel mewah, toko serba ada "Sarinah", Jembatan Semanggi, Tugu Monas, dan diselenggarakannya Ganefo yang membutuhkan pembangunan Gelora Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
CANEFO
Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi 2 kekuatan blok sebelumnya (Blok Uni Soviet dan Blok Amerikat Serikat). Sebuah gagasan yang sangat brilian ketika negara-negara yang baru melepaskan diri dalam keadaan bimbang dan galau memikirkan nasibnya. Soekarno dengan tangan dinginnnya itu mendatangkan harapan baru bagi mereka dan sekaligus mendatangkan kebanggaan bagi bangsa yang melahirkannya.
CONEFO dimaksudkan sebagai tandingan terhadap PBB. Mungkin saja apa yang dipikirkan sookerno waktu itu adalah bagaimana dunia bisa tertib apabila PBB yang seharusnya berdiri di tengah justru dikuasai oleh negara adidaya. CONEFO project juga dimaksudkan agar menyejajarkan bangsa kita, bangsa Indonesia yang baru berkembang ini dengan bangsa-bangsa yang sudah mapan seperti Amerika, Inggris, Rusia China, untuk sama-sama mengatur ketertiban dunia.
Untuk mewujudkan proyek CONEFO itu, maka dibangunlah suatu kompleks gedung dekat Gelora Senayan yang pada waktu itu mendapat bantuan antara lain dari Cina (RRC). Tanggal 8 Maret 1965 Presiden Soekarno menugaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga (PUT) Soeprajogi untuk melaksanakan pembangunan proyek Political Venues di Jakarta. Proyek raksasa tersebut harus sudah seselai dikerjakan sebelum tanggal 17 Agustus 1966. Artinya hanya tersisa waktu 17 bulan untuk menyelesaikan pembangunan raksasa tersebut.
Namun alangkah sangat disayangkan, konferensi itu tidak pernah berlangsung karena terjadinya pemberontakan G 30 S PKI menjadikan konsentrasi bangsa ini terpecah. Kestabilan politik yang tidak menentu dan secara berangsur perpindahan kekuas aan dari Soekarno ke Soeharto yang penuh dengan misteri, menjadikan proyek itu sengsara. Tanpa ruh, dan tanpa spirit. Akhirnya Soeharto sebagai pimpinan tertinggi saat itu memutuskan bahwa pembangunan akan tetap terus dilanjutkan, tetapi peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI. Sampai saat ini kita bisa melihat gedung itu masih berdiri sebagai saksi sejarah sebuah ambisi besar bangsa kita.
GANEFO
Setelah era perjuangan fisik untuk pembebasan nasional, Soekarno pada tahun 1957, disebut juga tahun penentuan, telah menandaskan bahwa nation building memerlukan revolusi mental. Segera setelah itu, Bung Karno telah berkeyakinan bahwa, selain olahraga sebagai alat pembentuk jasmani, olahraga adalah alat pembangun mental dan rohani yang efektif. Dan, karenanya, olahraga dapat dijadikan salah satu alat untuk membangun bangsa dan karakternya (nation and character building). Bung Karno juga berusaha menjadikan ajang kejuaraan olahraga untuk menunjukkan nama bangsa Indonesia di dunia internasional. “Buat apa toh sebetulnya kita ikut-ikutan Asian Games? Kita harus mengangkat kita punya nama. Nama kita yang tiga setengah abad tenggelam dalam kegelapan,” demikian dikatakan Bung Karno.
Ganefo, yang memiliki semboyan Maju Terus! Pantang Mundur, berlangsung 10 sampai 22 Nopember 1963. Diikuti 2.200 atlit dari 48 negara Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa (Timur). Karena besarnya jumlah kepesertaan dan cabang olahraga yang dipertandingkan, maka “Ganefo” pantas disebut Olympiade tandingan.
Namun, berbeda dengan Olimpiade internasional yang didasarkan pada kompetisi murni untuk mencari juara, ganefo justru dibasiskan pada olahraga untuk memperkuat persaudaraan dan solidaritas. Sebelum Ganefo dibuka, Bung Karno mengundang kontingen Indonesia ke istana Negara, dimana ia menegaskan bahwa, tugas atlet Indonesia bukan hanya menunjukkan kemampuan mereka di bidang olahraga, tetapi juga membina persahabatan dengan atlet/peserta dari Negara lain.
Sayang sekali, Genefo kedua, yang dijadwalkan di Mesir pada tahun 1967, mengalami kegagalan karena persoalan politik, dan di Indonesia telah terjadi perubahan politik. Dengan demikian, ketika anda membuka lembaran sejarah dunia mengenai olahraga, maka keberhasilan Indonesia melaksanakan Ganefo pada tahun 1963 merupakan prestasi besar dan mengagungkan, dan sulit rasanya terulang kembali saat ini.